Selasa, 23 November 2010

problematika


Problematika
Sampah
Oleh Yamhari
Guru SD Sembungharjo 03, Kota Semarang
       Setiap hari buangan limbah rumah tangga selalu menghiasi jalan – jalan di seantero kota, tak terkecuali gang – gang sempit selalu menggunung sampah hasil produksi rumah tangga.
Setiap kota besar hampir sama permasalahan yang dihadapi, ada masalah urban, masalah kemacetan jalan raya, genangan air karena saluran tidak lancar dan terutama limbah rumah tangga yang selalu menjadi persoalaan kota besar.
      Sampah menjadi momok tersenderi bagi pemerintah, apalagi jika dikaitkan dengan penganugerahan piala adipura untuk kota terbersih. Kalangan birokrasi kalang kabut mempersiapkannya. Begitu juga warga masyarakat, dari RT sampai kelurahan dibikin repot.
Untuk apa repot kalau setiap saat warganya mematuhi aturan main dari pemerintah. Sampah dibuang pada tempatnya, jangan membuang sampah di saluran air, kebersihan adalah sebagian dari iman, bersih itu sehat, rapiitu indah dan lain lain dan lain lain.
Slogan – slogan semacam itu bertaburan di mana – mana. Di toilet terminal, pasar, masjid, sekolah – sekolah, balai kota dan dimana – mana. Tetapi mengapa seperti  tak ada gunanya.
Apakah warga kota ini buta huruf, ataukah cuek bebek menganggap persoalan sampahkan urusan pemerintah, toh setiap bulan sudah membayar iuran sampah lewat ibu – ibu PKK di RT – RT, bahkan bagi yang jualan di pasar sudah ditarik restrebusi kebersihan, yang masuk terminal juga bayar peron, lalu apalagi yang harus dilakukan. Semua sudah diserahkan kepada pengelolanya, tetapi mengapa tetap saja sampah menggunung......
       Persolan itu tak berlaku bagi kang Karyo dan istrinya, yang sehari hari selalu bergumul dengan sampah, dari pagi buta sampai matahari tak terlihat lagi.
Begitu akrabnya dengan sampah, kang Karyo dan istri dijuluki pemulung sejati. Bagi kang Karyo, semakin banyak sampah semakin banyak pula penghasilan yang akan didapat. Dia tidak menghiraukan cibiran tetangga, tak menggubris siapapun yang selalu menghinanya. Yang ada hanyalah bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anaknya.
Meskipun seorang pemulung kang Karyo patut berbangga, karena anaknya yang pertama sudah selesai kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di kotanya. Bahkan sekarang mengadu nasib di ibu kota dan Alhamdulillah sudah mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan sekolahnya. Anaknya yang lain masih melanjutkan di perguruan tinggi dan ada yang di bangku SMA. Semua hasil memulung, bagi orang tidak berguna tetapi bagi kami sangatlah berarti.
Pemulung sebenarnay membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Tetapi kami selalu dicibir oleh sebagian orang yang tidak suka kepada kami, kata kang Karyo suatu saat.
Sebenarnya memulung itu pekerjaan mulia, dan mempunyai dua sisi kegunaan. Yang pertama membantu mengatasi masalah sampah perkotaan , dan yang kedua mendatangkan penghasilan bagi yang besangkutan.
Pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa sampah sebenarnya sangat membantu perekonomian sebagian masyarakat kita ?. Kalau kita cermati dan kita mau berbuat sampah bisa menjadi barang yang layak jual. Di Yogyakarta ada Bank Sampah. Bank ini mengelola sampah menjadi uang beneran bak layaknya Bank pada umumnya ( kalau tidak percaya datang saja ke Bantul Yogyakarta ). Di Semarang, ibu – ibu PKK Kecamatan Gajahmungkur memrakarsai pembuatan cenderamata yang terbuat dari plastik bekas kemasan sabun bubuk, juga kalau kita pernah melihat tayangan di stasiun televisi swasta ada seorang kepala sekolah yang memulung demi menghidupi keluarganya. Entahlah mengapa seorang kepala sekolah mengandalkan mengais sampah demi mendatangkan rezeki, yang berarti bahwa sampah bukanklah hal yang menakutkan atau menjijikkan, tetapi sampah jika dikelola dengan baik akan menjadi sahabat dan bahkan menjadi penghidupan kita. Wawohualam.   




1 komentar:

  1. Saya sangat tertarik dengan Bank Sampah, bisa menjadi solusi untuk kota-kota di Indonesia, khususnya juga Makassar yang belum bisa mengatasi samaph

    BalasHapus