Mahalnya
Harga sekilo Beras
Oleh
Yamhari
Pagi
itu aku agak malas turun dari tempat tidurku, malas bukan karena malas malasan,
tetapi malas karena memang badanku sulit untuk ditegakan. Sedari kemarin, tak
secuilpun makanan yang masuk ke dalam perutku, tak setetespun air membasahi
lidahku. Bukan karena sakit, tetapi karenamemang tidak ad yang aku makan,
ataupun yang aku minum.
Sudah
beberapa hari ini aku hanya tergolek lemas di tempat tidurku yang terbuat dari
bale – bale bambu, beralaskan tikar lusuh yang sudah sobek di sana sini. Akupun
hanya berselimutkan secuil kain sarung lusuh peninggalan almarhum ayahku.
Badan
semakin menggigil, semakin dingin, semakin tak tersakan olehku.Perut kosong
beberapa hari ini membuat diriku tak bedaya. Semakin tak berdaya karena TB ku
menggerogoti paruku. Batuk berdahak kadang berdarah sudah lumrah di sekitar
pemukimanku. Pemukiman yang tak tersentuh modernisasi juga pengawasan dari pihk
yang berkuasa. Entah apa yang diperbuat oleh penduduk tak berdaya sepertiku.
Tak dapat aku sumbangkan tenaga dan pikiranku ini kepada para penguasa. Tetapi
paling tidak aku masih bisa membantu sesama. Memungut sampah yang masih bisa
aku manfaatkan untuk kujual untuk menghidupi keluargaku.
Bagi
mereka sampah adalah kotor dan menjijikkan, tetapi bagiku adalah tambang emas
dan harapan hidup lebih baik. Ya, setiap hari aku berkeliling kampung membawa
bagor memungut sampah sekedar untuk mempertahankan hidup. Tetapi sejak ada
kebijakan kampung sebelah yang melarang pemungut sampah masuk di wilayahnya
semakin terpuruk kehidupanku. Andalanku satu – satunya adalah sampah yang bisa
aku jadikan tambang kehidupan.
Batukku
sudah mulai reda, mataku semakin cekung oleh keadaan. Badanku juga semakin
kurus tanpa daging. Laparku tak tertahankan lagi dan, . . . . aku tak ingat
lagi. Aku melayang – layang dalam alam yang tak tahu sebelumnya. Aku bertemu
dengan anak istriku yang lama kutinggalkan. Menjerit merana membutuhkan kasih
sayang. Aku hanya terpatri dalam pandanganku, tak dapat menggapainya. Mereka
juga kelaparan ,... kurus kurang makan. Astaghfirulloh . . . membangkitkan
badanku dari alam tak sadar. Aku menangis sendiri di atas bale – bale bambu
gubug reotku. Meratapi kemiskinan yang tak berujung. Masihkah ada harapan hidup
layak di negri yang katanya jambrut katulistiwa, gemah ripah loh jinawi ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar