Kamis, 07 Juni 2012

celotah

Mahalnya Harga sekilo Beras
Oleh Yamhari

Pagi itu aku agak malas turun dari tempat tidurku, malas bukan karena malas malasan, tetapi malas karena memang badanku sulit untuk ditegakan. Sedari kemarin, tak secuilpun makanan yang masuk ke dalam perutku, tak setetespun air membasahi lidahku. Bukan karena sakit, tetapi karenamemang tidak ad yang aku makan, ataupun yang aku minum.
Sudah beberapa hari ini aku hanya tergolek lemas di tempat tidurku yang terbuat dari bale – bale bambu, beralaskan tikar lusuh yang sudah sobek di sana sini. Akupun hanya berselimutkan secuil kain sarung lusuh peninggalan almarhum ayahku.
Badan semakin menggigil, semakin dingin, semakin tak tersakan olehku.Perut kosong beberapa hari ini membuat diriku tak bedaya. Semakin tak berdaya karena TB ku menggerogoti paruku. Batuk berdahak kadang berdarah sudah lumrah di sekitar pemukimanku. Pemukiman yang tak tersentuh modernisasi juga pengawasan dari pihk yang berkuasa. Entah apa yang diperbuat oleh penduduk tak berdaya sepertiku. Tak dapat aku sumbangkan tenaga dan pikiranku ini kepada para penguasa. Tetapi paling tidak aku masih bisa membantu sesama. Memungut sampah yang masih bisa aku manfaatkan untuk kujual untuk menghidupi keluargaku.
Bagi mereka sampah adalah kotor dan menjijikkan, tetapi bagiku adalah tambang emas dan harapan hidup lebih baik. Ya, setiap hari aku berkeliling kampung membawa bagor memungut sampah sekedar untuk mempertahankan hidup. Tetapi sejak ada kebijakan kampung sebelah yang melarang pemungut sampah masuk di wilayahnya semakin terpuruk kehidupanku. Andalanku satu – satunya adalah sampah yang bisa aku jadikan tambang kehidupan.
Batukku sudah mulai reda, mataku semakin cekung oleh keadaan. Badanku juga semakin kurus tanpa daging. Laparku tak tertahankan lagi dan, . . . . aku tak ingat lagi. Aku melayang – layang dalam alam yang tak tahu sebelumnya. Aku bertemu dengan anak istriku yang lama kutinggalkan. Menjerit merana membutuhkan kasih sayang. Aku hanya terpatri dalam pandanganku, tak dapat menggapainya. Mereka juga kelaparan ,... kurus kurang makan. Astaghfirulloh . . . membangkitkan badanku dari alam tak sadar. Aku menangis sendiri di atas bale – bale bambu gubug reotku. Meratapi kemiskinan yang tak berujung. Masihkah ada harapan hidup layak di negri yang katanya jambrut katulistiwa, gemah ripah loh  jinawi ?
310512

Tidak ada komentar:

Posting Komentar