Sabtu, 27 November 2010

puisi puisi puisi puisi puisi puisi puisi

Puisi tak terdengar
Memang tak pernah kubaca
Tak pernah juga ada yang membaca
Manamungkin kau mendengarnya
Tak usahlah kau dengar
Apa yang akan aku katakan
Memang tak ada yang akan kukatakan
Berkatapun aku enggan
Apalagi memperdengarkan untukmu
Biarkan semua hanya dibaca
Oleh sepiku sendiri


Puisi tak terdengar 2

Apalagi yang dikomentari
Tak ada - tak ada
Tak ada yang harus kusampaikan
Meski sebenarnya kepala ini penuh
Penuh penuh penuh
Penuh apa
Penuh yang akan kusampaikan
Tidak disampaikan
Tak usah
Nanti terdengar orang lain
Mengapa
Mereka bisanya meniru
 
Puisi tak terdengar 3

Apalagi
Bosan ah
Kenapa
Kubacapun tak ada yang mau dengar
Ada
Siapa
Siapa saja yang mau mendengar
Paling angin
Kan ada yang dengar
Oh ya ya
Malah tak ada yang protes kalau salah
Independen
Betul
Sama saja tak terdengar
Oleh manusia
Ya


Puisi tak terdengar 4

Memang sunyi saat ini
Sunyi dari apa
Sunyi dari aktivitas
Apanya yang sunyi
Mereka malah menjadi – jadi
Terang terangan tak tahu malu
Lebih parah dari pendahulunya
Kamu jangan fitnah
Nyata tak ada yang fitnah
Lihat dan rasakan sendiri
Kamu akan merasakan
Kamu akan mendapat giliran

Mranggen,060610




Ceritaku

Sebenarnya aku ingin bercerita
Ceria tentang apa saja
Tentang klowor yang tak pernah mandi
Tentang markonah yang kecentilan
Tentang bowo yang sok wibawa
Dengan menyuruh orang harus hormat dengannya
Setelah dia jadi pegawai pemerintah
Walau pegawai rendahan
Tukang gawe wedang
Tapi sudah petita petiti melebihi bupati
Dengan bupati ketoprak
Masih galak bowo
Dengan segawonnya pak mangun
Galak bowo
Dengan singopadu-nya karangawen
Lebih seru
Lebih seru bagaimana
Pokoknya lebih seru yang satu ini
Tak ada yang berani dengan penguasa baru ini
Penguasa yang tak punya unggah ungguh
Penguasa yang tak bernorma
Bah,.... sebel aku
Gak usah marah
Biarkan saja, nantikan mati senddiri
Kalau tidak mati
Bunuh saja
Dengan apa
Dengan perasaan cinta

Mranggen,070610

makalah.......

PKL
 ( baca pedagang tak bertempat )
Oleh : Yamhari
Guru SD Sembungharjo 03, Kota Semarang
       Persoalan kota besar sangatlah kompleks, disamping penataan tata ruang kota yang harus baik dan sesuai dengan peruntukannya, juga masalah – masalah sosial yang sangat riskan. Sejak terjadinya krisis multi dimensi tahun 1997, terasa tak ada hentinya terpaan kehidupan sosial yang semakin menghimpit. Sebut saja penderitaan kang Karyo yang sebelum terjadi krisis adalah pegawai rendahan pada sebuah perusahaan swasta. Walau pegawai rwndahan yang tugasnya halaman, mengepel lantai, “nggawe wedang “, mengantar surat, tapi kang Karyo masih beruntung, karena masih mendapatkan upah yang memadai untuk taraf kehidupannya sebagai kuli bawahan ( baca Office boy ). Betapa tidak, meskipun gajinya hanya cukup untuk kebutuhan sehari – hari dengan istri dan anaknya, kang Karyo sering mendapatkan uang tambahan dari perusahaan karena rajin bekerja dan tidak pernah absen. Belum lagi tanbahan dari para penggede perusahaan. Uang inilah yang digunakan kang Karyo untuk menmgajak istri dan anaknya sekali – kali datang ke Simpang Lima di Minggu pagi sekedar refresing.
       Sambil melihat – lihat barang dagaangan yang dipajang di seantero simpang lima, waah – wah simpang lima saiki kebak bune, rapat tanpa ada yang tersisa. Untuk berjalan saja susah, semua isinya pedagang.
Padahal dahulu, mereka tidak ada yang berani berdagang di arena ini. Tetapi sekarang mereka mendapatkan kebebasan bisa berjualan dimana saja. Bisa berjualan di tengah lapangan, bisa jualan di trotoar, dan bisa juga menutup jalan untuk jualan, hebat mereka semua.
       Istri kang Karyo, yu Parti yang sedari tadi diam saja, ikut ambil bagian pembicaraan. Pakne kipiye to ... lha wong nyrobot dalan, ngebroki trotoar, ngenggoni lapangan kok diarani hebat. Itu namanya tidak tahu sopan santun dan merusak keindahan kota. Mestinya mereka tahu, itukan ruang publik, semestinya tidak ditempati untuk jualan. Ruang publik harus dikembalikan kepada fungsinya, agar yang berhak dapat menggunakannya. Kata yu Parti dengan nada agak garang, gemas, dan ....
Lho kok kamu malah marah padaku to bune, kang Karyo menyela. Aku tidak marah pada pakne, tetapi aku marah pada mereka yang tidak punya tepo sliro, masak trotoar untuk pejalan kaki ditempati untuk jualan, lapaangan untuk bermain juga dikuasai, lha anak – anakmu kon dolanan ana ngendi pakne, aku yo kemropok karo pemerintah, masak kayak gini dibiarkan, kan lama – lama pemerintah tidak dihargai, tidak dihormati, sambung yu Parti.
       Ya, PKL – PKL itu membuat yu Parti sedikit geram, betapa tidak, biasanya kalau jalan – jalan di keramaian biasa jalan di atas trotoar yang memang diperuntukkan bagi pejalan kaki, juga aman dari padatnya lalu lintas.
       Bukan rahasia lagi bahwa sepanjang jalan – jalan protokol di kota – kota besar tumbuh bak cendawan pedagang – pedagang yang merampas hak orang lain. Disamping menempati ruang – ruang publik, juga kota terlihat kumuh karena tenda – tenda jualan mereka tidak dibongkar meskipun telah usai jualan.
       Sungguh sangaat disayangkan. Dilain pihak pemerintah mencanangkan kebersihan di seluruh sudut kota, dilain pihak ( dalam hal ini masyarakat kecil/ PKL) perlu tempat strategis untuk menjual dagangannya. Perlu diingat setelah terjadinya peralihan kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi seakan tidak ada pengendalian di segalaa sisi.
Orang bebas mengemukakan pendapat karena kran demokrasi dibuka lebar – lebar. Merka menganggap sah – sah saja mengemukakan pendapat tanpa ada larangan dari pihak pemerintah. Eforia kebebasan benar – benar diluapkan masyarakat. Tidak bisa disalahkan. Dalam beberapa dekade dikungkung oleh rezim terdahulu.
       Orde Baru berganti Orde Reformasi. Reformasi yang berarti perubahan, mampu merubah semua tatanan yang telah ada. Perubahan bagi rakyat kecil dimaknai dengan kebebasan tanpa batas. Rakyat bisa anarkis, rakyat bisa semau gue berbuat, termasuk mencari penghidupan. Kebetulan pada saat pergantian kekuasaan berbarengan dengan krisis ekonomi. PHK besar – besaran pada perusahaan, harga kebutuhan pokok melambung tinggi, pengangguran semakin meningkat. Orang banyak berfikir, menjajakan dagangan di tempat keramaian sangat menguntungkan. Maka banyaklah bermunculanpedagang asongan di mana – mana. Penguasa sulit mengendalikan. Berdalih demi perut yang lapar, mereka tidak takut dengan peraturan. Fenomena seperti ini tidak mampu ditertibkan pemerintah sampai sekarang. Wawohu alam

Selasa, 23 November 2010

puisi

Ayahku naik haji

Suara adzan berkumandang
Mengiringi kepergiannya
Kalimat Talbiah menggema membahana
Begitu syahdu
Begitu khidmad
Begitu mengguncang semua hati yang mendengar

Dadaku terasa sesak
Air mataku meleleh
Tak kuasa berucap
Menghantar kepergianmu

Ayah,...
Meski ayah pergi bersama ibu
Aku tak kuasa untuk tidak menangisimu.
Aku menangis bukan karena ayah meninggalkanku
Aku menangis bukan karena aku harus sendiri di rumah
Aku menangis bukan karena harus berangkat sekolah sendiri
Aku menangis karena kelakuan ayah selama ini
Ayah tidak pernah melaksanakan shalat
Ayah tidak pernah membagi zakat
Ayah tidak pernah memberi manfaat
Akankah kepergian ayah untuk menuju taubat
Akankah kepergian ayah untuk memberi manfaat
Akankah kepergian ayah untuk memperdalam makrifat

Ayah,...
Aku hanya bisa memohon
Memohon kepada Illahi robi
Semoga pintu taubat teratasi
Semoga ...





Dari lereng Merapi                                           22112010

Angkuhmu luluh
Angkaramurkamu membabi buta
Aku yang tak tahu
Mengapa kau sapu
Kau tak berpilih
Kau samakan aku dengan yang lain
Mengapa....
Mengapa....
Penderitaan yang sama kau bagi
Dari derunya perutmu
Dari gemuuruhnya muntahanmu
Kau luluhlantaakkan kebahagianku
Kau sirnakan kemesraanku
Kau ubah angan – anganku
Yang menari nari di benakku

Angkuhmu
Telah kau sirnakan
Telah kau bagi bersama
Telah kau sampaikan semua.



 Anggunmu Abadi

Sinar mulai temaram
Menembus sudut – sudut desaku
Yang lama terbenam
Dalam kealpaan dunia

Burung mulai berkicau
Meskipun masih terdengar parau
Dalam bait – bait kidung kelana
Dalam ruang hampa terbuka

Gunung gemunung menjulang mengangkasa
Menembus birunya langit
Mengurai bintang berkilauan
Menguak tabir kehidupan

Anggunmu abadi
Anggunmu abadi
Anggunmu abadi
Dalam  keabadian
Dalam keindahan
Dalam kebertautan
Segalanya kutatahkan
Segalanya kuukirkan
Dalam anggunmu yang abadi.



Takkukanmenyesal ( u/tmn di Mentawai dan Wasior ) 
                                  
Karang mengganas, ombak menderai
Air melimpahruah menyisir tepian
Pasir putih terkoyak terabrasi
Mengurai kasih yang tak sampai

 Dari berbagai manca datang
Mengagumi indah pesona
Dalam datar pulau menghadang
Dalam indah nusa bertaburan
Dalam ombak selancar berdecak
Keindahan belahan nusaku
Jauh memang dari kawan
Terlantar orang berkata
Kutakkanmenyesalkan
Meski tak ada yang mengenal

Aku terlahir jauh dari kawan
Aku hidup jauh dari keramaian
Aku penghuni pulau nan terbelakang
Apa lagi harapan yang datang
Mempertahankan kehidupan yang mulai mapan

Datang begitu tiba – tiba
Datang begitu tergesa
Pergipun aku tak ada
Jeritan pilu yang tersisa
Separuh negripun terbawa

Takkukanmenyesal
Lahir
Hidup
Dan
Matiku
Kupersembahkan
Kepada
Negri
Ini




Ayahku datang

Sebulan sekira ayah pergi
Menemui Tuhan yang amat suci
Memohon ampun dosa tak bertepi
Mengharap ridho tak berperi

Ayahku datang akupun senang
Tak terbayang datang melayang
Pintu ampunan kiranya girang
Ayah datang sudah sembahyang

Aku girang ayahku menang
Melamunkan kebahagiaan yang mulai hilang
Datang girang melampaui senang
Senang mengenang kemenangan

Ayahku datang membawa terang
 Ampunan telah didapatkan
Jalan terang datang menghampar


Ayahku datang 2

Senyum mengembang kebahagian
Tanda cinta yang kuasa
Datang dahaga
Pulang terbalas
Tetesan air nabi Ibrahim
Cerah terpancar muka merona
Mengisi relung kalbu nan gersang
Bersemi harapan
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walilahilkham

Ayahku datang 3

Sinar datang
Nur cahyaMu menerang
Setiap siapa yang datang
Menghampiri keindahan

Sinar datang
Gelisah hilang
Menerang menerawang
Semua hilang

Senyummu senyum kebahagiaan
Teroleh karunia sang penentang
Petang hilang sinar benderang

Tuhanmu datang
Dalam relung yang dalam
Memenuhi panggilan yang hilang
Ayahku datang
Dalam kedamaian pelukan Tuhan.

Ayahku datang 4

Anakku,....
Apa yang bisa kuberikan kepadamu
Hanya titipan bisikan dari Tuhanku
Datanglah keharibaanku
Di tanah suci bagi agamaku

Anakku,....
Apa yang dapat kutinggalkan untukmu
Hanyalah setitik harapan dari Tuhanku
Makrifat yang telah kupenuhi

Anakku,....
Apa yang dapat kusampaikan padamu
Hanyalah segenggam harapan untukmu
Memenuhi panggilan dari Tuhanku
Ke tanah kelahiran para pendahulu

Anakku,....
Belajarlah dari pendahulumu
Menghormatlah pada junjunganmu
Bebaktilah pada ibumu
Semangatlah pada hidupmu

Anakku,....
Ayah datang untukmu
Untuk menyampaikan salam dari Tuhanku
Salam kebahagiaan salam kesayangan.


problematika


Problematika
Sampah
Oleh Yamhari
Guru SD Sembungharjo 03, Kota Semarang
       Setiap hari buangan limbah rumah tangga selalu menghiasi jalan – jalan di seantero kota, tak terkecuali gang – gang sempit selalu menggunung sampah hasil produksi rumah tangga.
Setiap kota besar hampir sama permasalahan yang dihadapi, ada masalah urban, masalah kemacetan jalan raya, genangan air karena saluran tidak lancar dan terutama limbah rumah tangga yang selalu menjadi persoalaan kota besar.
      Sampah menjadi momok tersenderi bagi pemerintah, apalagi jika dikaitkan dengan penganugerahan piala adipura untuk kota terbersih. Kalangan birokrasi kalang kabut mempersiapkannya. Begitu juga warga masyarakat, dari RT sampai kelurahan dibikin repot.
Untuk apa repot kalau setiap saat warganya mematuhi aturan main dari pemerintah. Sampah dibuang pada tempatnya, jangan membuang sampah di saluran air, kebersihan adalah sebagian dari iman, bersih itu sehat, rapiitu indah dan lain lain dan lain lain.
Slogan – slogan semacam itu bertaburan di mana – mana. Di toilet terminal, pasar, masjid, sekolah – sekolah, balai kota dan dimana – mana. Tetapi mengapa seperti  tak ada gunanya.
Apakah warga kota ini buta huruf, ataukah cuek bebek menganggap persoalan sampahkan urusan pemerintah, toh setiap bulan sudah membayar iuran sampah lewat ibu – ibu PKK di RT – RT, bahkan bagi yang jualan di pasar sudah ditarik restrebusi kebersihan, yang masuk terminal juga bayar peron, lalu apalagi yang harus dilakukan. Semua sudah diserahkan kepada pengelolanya, tetapi mengapa tetap saja sampah menggunung......
       Persolan itu tak berlaku bagi kang Karyo dan istrinya, yang sehari hari selalu bergumul dengan sampah, dari pagi buta sampai matahari tak terlihat lagi.
Begitu akrabnya dengan sampah, kang Karyo dan istri dijuluki pemulung sejati. Bagi kang Karyo, semakin banyak sampah semakin banyak pula penghasilan yang akan didapat. Dia tidak menghiraukan cibiran tetangga, tak menggubris siapapun yang selalu menghinanya. Yang ada hanyalah bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anaknya.
Meskipun seorang pemulung kang Karyo patut berbangga, karena anaknya yang pertama sudah selesai kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di kotanya. Bahkan sekarang mengadu nasib di ibu kota dan Alhamdulillah sudah mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan sekolahnya. Anaknya yang lain masih melanjutkan di perguruan tinggi dan ada yang di bangku SMA. Semua hasil memulung, bagi orang tidak berguna tetapi bagi kami sangatlah berarti.
Pemulung sebenarnay membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Tetapi kami selalu dicibir oleh sebagian orang yang tidak suka kepada kami, kata kang Karyo suatu saat.
Sebenarnya memulung itu pekerjaan mulia, dan mempunyai dua sisi kegunaan. Yang pertama membantu mengatasi masalah sampah perkotaan , dan yang kedua mendatangkan penghasilan bagi yang besangkutan.
Pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa sampah sebenarnya sangat membantu perekonomian sebagian masyarakat kita ?. Kalau kita cermati dan kita mau berbuat sampah bisa menjadi barang yang layak jual. Di Yogyakarta ada Bank Sampah. Bank ini mengelola sampah menjadi uang beneran bak layaknya Bank pada umumnya ( kalau tidak percaya datang saja ke Bantul Yogyakarta ). Di Semarang, ibu – ibu PKK Kecamatan Gajahmungkur memrakarsai pembuatan cenderamata yang terbuat dari plastik bekas kemasan sabun bubuk, juga kalau kita pernah melihat tayangan di stasiun televisi swasta ada seorang kepala sekolah yang memulung demi menghidupi keluarganya. Entahlah mengapa seorang kepala sekolah mengandalkan mengais sampah demi mendatangkan rezeki, yang berarti bahwa sampah bukanklah hal yang menakutkan atau menjijikkan, tetapi sampah jika dikelola dengan baik akan menjadi sahabat dan bahkan menjadi penghidupan kita. Wawohualam.   




Kamis, 18 November 2010

makalah.......


TEKNIK CATATAN KAKI
PADA CERPEN “ CERUTU TERAKHIR TJOE BOEN TJIANG”KARYA RAMA DIRA J
( sebuah catatan )
Oleh : Yamhari
Guru SD Sembungharjo 03, Kota Semarang
Pendahuluan
       Teknik catatan kaki, lazimnya ada pada hasil karya non fiksi. Atau lebih dikenal dengan hasl karya ilmiah. Biasanya catatan kaki digunakan untuk menandai catatan – catatan yang diambil dari sumber lain, atau untuk menerangkan hal – hal yang tidak diterangkan pada teks.
       Catatan kaki pada sebuah cerpen, bukan hal yang baru. Ada beberapa cerpen yang menggunakan catatan kaki, seperti halnya pada cerpen “CERUTU TERAKHIR TJOE BOEN TJIANG”KARYA RAMA DIRA J, menerangkan hal – hal yang sekarang sudah berubah atau  berganti dengan sebutan lain atau beralih fungsi.
Penjelasan dalamcatatan kaki sangat membantu pembaca untuk memahami isi cerpen, dan atau defamiliarisasi istilah – istilah yang belum atau kurang populer di masyarakat. Catatan kaki juga merupakan bentuk defamiliarisasi fiksi. Penggunaan teknik catatan kaki memunculkan efek, pertama munculnya kesan peristiwa yang terjadi secara nyata; kedua, menyangkut pola tulisan sastra tidaklah tertutup bagi unsur – unsur dari jenis karya tulis ilmiah.
Teknik catatan kaki
       Catatan kaki adalah keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan . tujuannya adalah untuk (1) menyusun pembuktian (2) menyatakan utang budi, (3) menyampaikan keterangan tambahan, (4) menunjuk bagian lain dari teks. Adapun jenis catatan kaki meliputi (1) penunjukan sumber/ referensi, (2) cata tan  penjelas, (3) gabungan sumber dan penjelas. ( Keraf 1994: 193 – 198 ). Catatan kaki ini merupakan salah satu perlengkapan dari karya tulis ilmiah.
       Meskipun pada lazimnya catatan kaki terdapat dalam karya tulis ilmiah, tetapi beberapa cerpen ternyata disertai catatan kaki. 
Catatan ringkas cerpen
       Cerpen ini diawali narasi tentang seorang laki – laki Eropayang bernama Justus Van Maurik yang melihat langsung hukuman gantung terhadap seorang pemuda Tionghoa yang bernama Tjoe Boen Tjiang, yang terbukti bersalah telah membunyh dan merampok dua perempuan hanya karena ingin menghisap cerutu kesukaannya.
       Pagi itu Van Maurik meninggalkan hotel tempat ia menginap dengan seorang jongos untuk melihat hukuman gantung yang ditimpakan kepada Tjoe Boen Tjiang di depan Stadhuis.
Justus Van Maurik tidak bisa melepaskan peristiwa yang telah ia lihat. Dan waktu itu ia masih di Batavia. Setelah lama meninggalkan Batavia ( Jakarta ), Van Maurik berkesempatan datang ke Jakarta untuk berlibur. Ia selalu teringat peristiwa itu meski telah lama ia saksikan.
       Ternyata meninggalkan Batavia bukan cara yang tepat untuk mengakhiri bayang – bayang menjelang ajal pemuda Tionghoa. Ia masih terus mengingat. Ia terus diserang insomnia.
Sore itu ia menghabiskan waktu di beranda rumahnya sambil menikmati keindahan kota Amesterdam. Senja datang, tetapi ia tidak bisa menikmati senja itu. Tatapan sepasang mata menjelang ajal itu terus menghalangi pandangannya.
Tiba – tiba, dari arah belakang ia mendengar langkah tergesa salah seorang pelayan.
“ Meneer saya menemukanini di saku jas Meneer waktu saya akan mencuci “
Maurik mengambil sebatang cerutu itu dari tangan pelayan. Ya Tuhan mengapa aku begitu lupa. Ini  cerutu terakhir yang belum habis diisap Tjoe Boen Tjiang.
       Cerpen ini diakhiri dengan : Segera setelah tersadar dari lamunan, ia segera meminta pelayannya untuk mengambilkan geretan. Sisa cerutu terakhir Tjoe Boen Tjiang itu segera dibakar. Dia isap dalam – dalam, diembuskan asapnya berulang – ulang seperti ketika Boen Tjiang mengisap cerutu terakhir itu. Ia ter us menghisap hingga habis tak bersisa.
Malam itu, insomania tak lagi menyerang. Dalam mimpi, Tjoe Boen Tjiang hadir. Sambil tersenyum pemuda itu berujar kepada Maurik, “ Terimakasih telah menghabiskan cerutu itu untukku.
Pemuda itu lantas memberikan sekotak cerutu baru yang masih utuh kepadanya. Terimalah “
Beberapa catatan kaki
       Peristiwa yang terdapat dalam cerpen ini adalah hukuman gantung yang terjadi pada penjajahan Belanda. Sudah menjadi rahasia umum, pada waktu itu hukuman mati dengan cara digantung di depan umum. Pada waktu Indonesia di bawah kekuasaan Belanda, dengan semena – mena dan tidak ada belas kasihan sedikitpun terhadap penduduk asli maupun kaum minoritas ( pendatang ).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa yang terdapat dalam cerpen ini adalah peristiwa yang benar – benar terjadi. Dengan kata lain peristiwa yang terjadi di depan Stadhuis ( Batavia ) dipindahkan ke dalam cerpen ini.
Hal itu berarti fakta yang dipaparkan di dalam cerprn ini dapat dengan jelas dipahami oleh pembaca.
       Kejelasan peristiwa yang terdapat dalam cerpen ini semakin diperkuat dengan adanya catatan kaki. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, cerpen ini diawali dengan narasi yang berisi uraian tentang peristiwa hukuman gantung yang ditimpakan kepada Tjoe Boen Tjiang. Dia divonis bersalah, mempunyai pemintaan terakhir sampai ajal menjemput di tiang gantungan.
Di awal cerpen ini terdapat catatan kaki :” Laki – laki itu bernama Justus Van Maurik”(1)
Diketahui bahwa tokoh ini adalah merupakan tokoh nyata dan pernah berwisata ke Batavia dan termasuk mencatat peristiwa digantungnya Tjoe Boen Tjiang.
Pada catatan kaki kesepuluh berbunyi :” Di Batavia, orang – orang Belanda percaya selain minum arak, mengisap cerutu adalah cara menghalau gejala kolera “(10)
       Pencantuman catatan kaki yang berupa buku yang digunakan sebagai rujukan dalam cepen merupakan sesuatu yang perlu adanya penegasan dan benar – benar bisa dipertanggungjkawabkan. Tetapi juga ada yang hanya sebagai keterangan atau kata sulit yang masih menggunakan bahasa aslinya. Kesan yang muncul adalah apa yang ditulis oleh pengarang dalam cerpen ini sesuatu yang benar – benar terjadi, bukan khayalan pengarang. Jika dihubungkan dengan peristiwa yang terdapat dalam cerpen, maka catatan kaki ini memperjelas bahwa peristiwa yang terdapat dalam cerpen ini adalah peristiwa nyata, peristiwa yang benar – benar terjadi, bukan peristiwa yang diciptakan oleh pengarang.
        Selain itu, catatan kaki di sini juga dapat digunakan sebagai defamiliarisasi atas tulisan. Menurut Keraf ( 1989 : 193 – 211 ) catatan kaki adalah satu unsur dari karya tulis ilmiah.
Itu berarti bahwa dalam kancah penulisan, catatan kaki pada umumnya digunakan pada karya tulis mengenai keilmuan ( karya ilmiah ).
Sementara itu, dalam tulisan yang berupa karya sastra, pada umumnya tidak dicantumkan catatan kaki. Dengan demikian cerpen berjudul “ Cerutu Terakhir Tjoe Boen Tjiang “ yang disertai catatan kaki adalah cerpen yang tidak lazim. Bentuk cerpen ini menjadi tidak sama dengan bentuk cerpen pada umumnya. Dengan demikian, pencantuman catatan kaki pada cerpen ini dapat dimaknai sebagai upaya untuk mengubah pola – pola penulisan lama.
Pada sisi lain, pencatuman catatan kaki di dalam cerpen ini juga dapat mrmunculkan kesan adanya percampuran antara hal – hal yang faktual dan fiktif.
Implikasinya adalah bahwa hal – hal yang terapat di dalam cerpen dapat dirujuk pada hal – hal yang faktual, pada fakta yang terdapat di dalam realitas keseharian. Melalui catatan kaki pola penceritaan yang sudah ada diperbaharui. Dan melalui catatan kaki hal – hal yang faktual dapat dicampur dengan hal – hal fiktif.
       Penggunaan teknik catatan kaki bertujuan untuk mendefamiliarisasi fakta. Dalam cerpen ini ternyata juga memunculkan efek tertentu. Efek yang pertama adalah munculnya kesan bahwa peristiwa yang terjadi di dalam cerpen adalah peristiwa yang terjadi secara nyata. Hal i ni antara lain dapat terasakan pada bagian cerpen yang dikutip berikut ini :
Laki – laki itu bernama Justus Van Maurik “ (1). Ia telah kembali ke Amesterdam setelah sebulan melakukan perjalanan wisata ke Batavia.
Yang dirujuk pada catatan kaki pada kutipan cerpen di atas adalah bahwa laki – laki ini adalah tokoh nyata yang pernah berwisata ke Batavia dan mencatat pengalaman perjalanannya, dalam sebuah buku yang erjudul “ Indrukken van een iTotiki “ ( nomor catatan kaki 1 ) 
Selain itu ada juga paparan yang mendukung cerita tersebut, dan juga menjadi catatan kaki. Paparan itu adaalah :
Namun yang sungguh tak bisa ia lupakan adalah seorang pemuda Tionghoa bernama Tjoe Boen Tjian. Laki – laki muda yang masih terus dibayangkan itu telah mati pada suatu pagi, tepat pukul 07.00 di tiang gantungan di depan Stadhuis” (3) 
Laki – laki ini memang secara nyata telah melihat dengan mata kepala sendiri hukuman gantung yang dijalani oleh pemuda Tionghoa di depan Stadhuis. Dalam catatan kaki diketahui bahwa tempat itu pernah dijadikan balai kota Jakarta dan sekarang menjadi Musium Sejarah DKI Jakarta.
        Efek yang lain adalah efek yang menyangkut pola tulisan. Pencatuman catatan kaki di dalam cerpen ini memunculkan efek bahwa pola tulisan tidaklah tertutup bagi unsur – unsur dari jenis karya tulisan ilmiah. Cerpen sebagai jenis karya sastra fiktif juga dapat menampung hal – hal yang faktual. Itu juga berarti bahwa pola yang terkandung dalam cerpen ini memunculkan efek sebagai bentuk koreksi terhadap pendapat yang selama ini berkembang yang menyatakan bahwa karya sastra semata – mata berisi hal – hal yang khayal.
Simpulan
       Ternyata teknik penceritaan tidak hanya dengan sarana hiperbola, tetapi juga ditemukan sarana personifikasi, yang secara nyata terdapat pada kutipan di atas.
Sementara teknik catatan kaki pada cerpen “ Cerutu Terakhir Tjoe Boen Tjiang “ karya Rama Dira J, menerangkan hal – hal yang sekarang sudah berubah atau berganti dengan sebutan lain beralih fungsi.
Penjelasan  dalam catatan kaki sangat membantu pembaca untuk memahami isi cerpen, dan atau defamiliarisasi istilah – istilah yang belum atau kurang populer di masyarakat. Catatan kaki juga merupakan bentuk defamiliarisasi fiksi. Penggunaan teknik catatan kaki memunculkan efek, pertama. Munculnya kesan peristiwa yang terjadi secara nyata; kedua. Menyangkut pola tulisan, yakni pola tulisan sastra tidaklah tertutup bagi unsur – unsur dari jenis karya tulis ilmiah.
                                 




                                           Mranggen, 16112011