Jumat, 07 Januari 2011

cerpen........


Cerpen
Mendung
yamhari   

Namaku Siti, aku anak baru di sekolah ini.
Aku tahu namamu,..... kau,..... dengan cepat dan jelas menyebut namaku.
Aku  tahu kalau dia sekolah di sekolah ini. Gadis cantik nan rupawan, aku baru lihat dengan jelas sekarang. Dia adik kelasku. Menurut teman – teman  yang sudah mendekatinya dia anak seorang saudagar dan sudah berhaji. Maklum di daerahku orang yang sudah menunaikan ibadah haji mendapat tempat terhormat. Sebagai tokoh agama juga sebagai panutan bagi para tetangga. Tidak terkecuali orang tuanya Siti. Beliau sudah berhaji bahkan sudah berulang. Aku jadi gemetar berhadapan dengan Siti, anak pak haji yang dihormati. Akusih tidak kenal orang tua Siti. Tetapi sudah jadi jamak jika anak seorang haji termasuk terhormat, baik dari sisi akhlak, atau budi pekerti ataupun dari segi materi. Ditambahkan Siti adalah gadis cantik berlesung pipit, rambut hitam sebahu, mata teduh bagai telaga. Kulit kuning langsat bersih tanpa cela. Siapapun yang melihat akan terpesona.
Aku masih terbengong, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku gemetar,meski aku lelaki jarang sekali bergaul dengan perempuan. Paling aku kenal dengan teman perempuan sekelasku. Lainnya tidak karena aku tidak berani. Tidak berani karena rendah diri, maklum apa yang bisa saya banggakan. Prestasi aku pas- pasan, aku dari keluarga tak berada, hanya tampang saja yang agak bisa dibandingkan. Itupun kata teman – teman. Ya mungkin hanaya untuk menghiburku agar aku tidak selalu rendah diri.
Belum sempat aku bertanya eh malah Siti sudah ngeloyor pergi. Tapi darimana dia tahu namaku, tempat tinggalku dan .....
Tak kuhiraukan semua itu. Kulupakan dan tak pernah kuingat – ingat. Tetapi malah bayangannya selalu muncul setiap aku melupakannya. Aku tak berani mencari tahu jati dirinya, dimana dia tinggal di lota ini, atau hal – hal yang lain.
Siti, ..... tiba – tiba lamunanku buyar, terdengar pintu kamar kontrakanku ada yang mengetuk. Ucapan salam yang sangat fasih aku sudah bisa menebak, siapa yang datang. Ya ibu yang punya kontrakan menagih uang kontrakansetiap awal bulan. Setelah berbasa basi sebentar aku bayarkan uang kiriman orang tuaku yang tak seberapa. Yang bagi orang berada paling cukup untuk seminggu, bagi keluargaku uang itu harus cukup satu bulan. Bagaimanapun caranya. Harus berhemat karena ayahku sudah bangkrut. Sebagai petani ayah sudah beberapa musim gagal panen, sehingga aku harus mau mencari tambahan jika mau melanjutkan sekolah. Benar juga, disamping sekolah aku juga harus bekerja. Kebetulan ada teman yang menawariku jadi juru ketik. Aku senang karena dapat upah sekedar untuk menyambung hidup.
Aku tak lagi mendengar kabar tentang Siti, mungkin dia sudah sibuk dengan sekolahnya. Sebenarnya satu sekolahan hanya beda kelas saja. Karena aku sore hari harus bekerja, maka waktuku harus benar – benar termanfaatkan.
Berdebar hatiku bahkan mungkin akan copot jantungku saat itu, tak kusangka Siti datang ke tempat kerjaku, entah darimana dia tau, aku Ge eR atau apa padahal aku tidak ada hubungan apa – apa dengan Siti, tetapi begitu melihatnya mak ser.....
Hanya sekedar basa basi, kutanya Siti, mau ketemu siapa mbak,... tanyaku terbata – bata. Kiranya dia juga kaget mendengar sapaanku. Dia juga tidak tahu kalau aku ada disini.
Oh mau ketemu pak Bos... suaranya agak parau. Mas  Wahyu kenapa di sini? Dia balik bertanya. Rupanya tidak tahu kalau aku kerja pada pak Bos. Ada keperluan apa dia mencari pak Bos. Sejurus kemudian pak Bos pun datang,....
Kapan nyampek Ti, tanya pak Bos. Rupanya paak Bos kenal benar, dan Sitipun bersalaman sambil mencium tangan pak Bos. Apa hubungan Siti dengan pak Bos,..... walah aku tambah puyeng. Wah pasti masih ada hubungan keluarga atau .....
Ternyata benar, pak Bos adalah paman dari Siti. Dengan akrab Siti dan pak Bos terlibat percakapan serius. Rupanya Siti membawa pesan dari keluarga besarnya. Aku hanya bisa mencuri dengar sambil sesekali melirik ke arah Siti. Rupanya pas aku melirik, Siti juga melirik kepadaku sambil tersenyum. Duh matik aku, manis sekali senyumnya. Berdebar kencang jantungku... dan ....
Setelah pertemuan itu, rupanya aku semakin merindukan kehadiran Siti. Aku tak dapat sedikitpun melupakan senyumnya yang aduhai.....
Entah,.... kenapa, di sekolahpun aku jarang bertemu dengan Siti. Apalagi aku mempersiapkan Ujian Akhir, sehingga harus menjalani rangkaian persiapan dari sekolah. Hari yang ditunggu – tunggu datang juga. Aku dinyatakan Lulus, artinya aku harus meninggalkan sekolah, meninggalkan semua kenangan, meninggalkan semua teman, meninggalkan kasih yang menjadi harapan.
Setahun, dua tahun dan...., hari – hari ku lanjutkan dengan pengabdianku kepada tunas harapan bangsa, tanpa Siti, tanpa kasih tanpa pengharapan cinta.
 


Lolongan anjing  rumah sebelah
Oleh : Yamhari

 Suara piring pecah sering terdengar dari rumah  sebelah, disertai pula lolongan anjing yang mengerikan, aku tak tahu apa yang terjadi di rumah sebelah. Setiap ada keributan anjing betinanya selalu melolong dalam seperti menderita, disertai teriakan anjing peranakannya yang masih kecil – keci. Begitu riuh dan menggemparkan.
Sementara anjing pejantannya mendengkur tanda marah besar seakan mau melumat anjing betina tanda murka besar. Matanya menyala berapi – api, nafasnya tersenggal, giginya beradu. Anak – anak anjing lari pontang panting sambil menyalak kecil ketakutan.
Aneh, rumah di sebelah selalu terdengar lolongan anjing jika ada benda yang jatuh, bertebaran. Aku yang berdiam di tempat itu hampir seperempat abad, belum pernah melihat anjing – anjing itu keluar, tetapi selalu mendengar suaranya yang gaduh, yang berisik mengganggu ketenteraman akhir – akhir ini.
Memang saat ini sering terdengar lolongan anjing di sepanjang lorong gangku. Gang kecil yang pengap dijejali dengan penghuni yang silih berganti, dan selalu menyisakan duka yang mendalam. Pertengkaran juga sering terjadi. Tidak hanya anjing – anjing yang selalu terdengar lolongannya. Tetapi juga penghuni – penghuni yang selalu membuat keributan.
Lama tak terdengar suara berisik di sebelah rumahku. Aku mulai bisa menikmati ketenangan. Tak ada lagi lolongan anjing, tak ada suara sumpah serapah yang terdengar.
Entah kemana suara anjing – anjing itu. Lama tak mendengar perkelahian dan lolongan anjing rindu juga dengan kegaduhan. Sepertinya juragan anjing rumah sebelah sudah memberi makanan yang cukup sehingga tidak ada lagi perkelahian dan pertengkaran anjing sebelah. Entah kemana suara – suaara itu. Anjing sungguhan atau anjing jadi – jadian.
Tiba – tiba siang itu, anjing – anjing sebelah terdengar kembali membuat keributan, saling mencengkeram, saling cakar saling menggigit. Kiranya anjing jantan mengendus perselingkuhan anjing betina dengan anjing jantan lainnya. Pertengkaran hebat, seluruh isi rumah majikannya menjadi sasaran kemarahan kedua anjing yang mencari benar masing – masing. Betina tak mau kalah, semua isi rumah dikeluarkan, seperti meletusnya gunung merapi barusan. Berantakan, jalan depan rumahku penuh sesak dengan barang – barang yang dibanting, ditendang dan dibuang dari dalam rumah juragan anjing itu. Tak ada yang berani mendekat, taring kedua anjing yang baru berseteru itu terlihat mengkilat, monyongnya menyeringai menakutkan. Tak ada yang mau mengalah, anak – anak anjing hanya berani melihat dengan mata meredup, tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Kedua anjing masih bertengkar dengan hebat. Tiba – tiba juragannya datang memukul keduanya. Anjing betina pergi ngeloyor entah kemana, diikuti kedua anaknya yang menunduk tak berani memaling.
Sementara anjing jantan, diseret juragannya masuk kerumah dan tak terlihat lagi sampai waktu lama. Anjing betina terlihat sampai saat ini. Ada yang melihat anjing betina kembali pada anjing jantan selingkuhannya. Sementara pejantannya dimasukkan kedalam kerangkeng dan tak dikeluarkan oleh majikannya. Anjing jantan kurus kering, tak terurus. Hanya sesekali keluar dengan mata sayu, tak bergairah rasanya menjalani kehidupannya, kini  dia hanya bisa menggonggong dengan suara parau tertahan dan dalam sekali.


Cerita Anak

 Lingkunganku
Oleh Mutiara DK
       Alunan lirik lagu Desaku Yang Ku Cinta, selalu terdengar manakala aku berkunjung ke rumah nenekku di desa. Lagu itu membuatku iri dengan saudara – saudara sepupuku yang selalu bisa menyanyikan lagu itu sambil bermain di halaman yang luas dengan pepohonan yang rindang. Aku selalu memperhatikan tingkahnya yang lucu.
...., selaluku rindukan, desaku yang permai.
Dua baris terakhir lagu itu yang selalu mengajak kakiku selalu mengunjungi desa nenekku yang memang masih asri, hijau , indah, dan sangatlah memikat hati.
Desa yang masih banyak dengan pepohonan , kicau burung dan orang yang bersahaja dengan kehidupan yang bisa saling menjaga alam. Tanpa saling menyakiti bahkan saling menguntungkan antara alam dan penghuninya.
Dengan menjaga kelestarian dan selalu merawat dengan ikhlas, ternyata alam membalas pula dengan keramahannya, kekayaannya, dan belas kasihnya. Sungguh menakjubkan bagiku.
       Desa yang permai, desa yang selalu menjadi tempat anak – anak bermain dengan leluasa akan selalu kujaga kelestariaanya, untuk kupersembahkan kepada nereri ini agar selalu bisa memberi kehidupan yang lebih layak kepada penghuninya. Jangan malah kita mmenebang hutan tanpa menghiraukan saudara – saudaranya, jangan merusak lingkungan, karena merusak lingkungan kita juga akan mendapatkan balasan dari lingkungan, berupa bencaana, kemiskinan, dan jiwa raga kita juga terancam
Rindukanlah desa kita yang permai, rindukanlah lingkungan kita yang subur. Sejauh mata memandang, Jamrud katulistiwa membentang luas memberi harapan masa depan. Seperti kicaunya burung yang riuh terdengar, riuhnya belalang dan jangkrik diwaktu malam, berhamburannya kelelawar mengusung makanan, bergemuruhnya suara lebah menggendong madu, menandakan alam kita yang subur, alam kita yang ramah, alam kita yang damai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar