Jumat, 18 Maret 2011

sajak


Robohnya Surau Kami

Alunan adzan berkumandang
Dari kejahuan
Hanya gema yang ku tangkap
Hanya asa yang ku dapat
Angin semilir tak berbekas
Lalu begitu saja
Seperti berlalunya waktu ini
Tanpa jejak
Tanpa bekas
Tanpa perbuatan.



Robohnya Surau Kami 2

Yang roboh dan teronggok
Material bangunan tak berguna
Dulu sangat berjasa
Mencerdaskan kaidah agama
Bagi generasi harapan bangsa
Kini telah roboh
Luluh lantak oleh keserakahan
Oleh gerusan zaman yang semakin tak tertahan
Oleh moral manusia – manusia bejat
Oleh keganjilan dunia belaka
Sekarang telah roboh
Roboh pula keimananku
Roboh pula kesanggupanku
Roboh pula kaidahku
Roboh pula kepercayaanku
Kepercayaan kepada generasi bangsaku
Kepercayaan kepada pemimpin bangsaku
Kepercayaan kepada moralmu
Kini rumahmu telah roboh
Bukan karena bencana
Bukan karena sengaja
Karena tak ada lagi moral penganut
Tak ada lagi moral yang sanggup
Tak ada lagi .....
Kini tinggal onggokan material tak berguna


Robohnya Surau Kami 3

Dulu kami melakukan ibadah di situ
Dulu kami mengaji bersama di situ
Dulu kami mengeja turutan di situ
Bersama ustdz kampung yang lugu
Yang masih malu jika diberi sesuatu
Surau kami telah tiada
Surau kami telah muksa
Surau kami telah selesai usianya
Kami tinggal meratapi
Reruntuhan surau di kampung kami
Kampung yang dulu gemah ripah loh jinawi
Kampung yang dulu taat kepada Ilahi
Kampung yang dipimpin pak kiyai
Kampung yang menjadi surga para santri
Tinggal puing surau kami
Yang roboh karena murka hati
Tak ada lagi jejak kemasyhuran
Tak terlihat lagi lalu lalang
Para penduduk menggendong padi
Pergi ke pasar menukar janji
Janji kebebasan yang tak bertepi
Ku pandangi sekali lagi
Bekas surau kami


Robohnya Surau Kami 4

Gersang
Aneh
Tak berpenghuni
Kemana mereka
Dari anak – anak sampai orang dewasa
Tak terlihat di sana
Kampungku yang asri
Telah sunyi
Tak berpenghuni
Dua bocah
Tak terawat
Melintas malas karena lapar
Kaki kudisan
Rambut gimbal tak pernah dikeramas
Kemana orang tuanya
Tak mengurus bocah kurus bau anyir
Aroma ompol dari celananya
Melekat erat baju dekil
Astaghfirulloh
Astaghfirulloh hal adzim
Menetes air mata
Meleleh di pipi
Entahlah
Sampai kapan akan seperti ini
Sudah tidak ada panutankah
Setelah surau kami roboh beberapa tahun yang lalu....
Dan tak pernah ada yang sudi memperbaiki....
Mampukah generasiku
Membangun kembali
Surau kami yang roboh....


Robohnya Surau Kami 5

Lampu minyak kecil
Menempel di dinding
Menerangi ruangan
Anak mengaji
Bangunan tua
Peninggalan bapakku 
Yang  telah tiada
Di tengah kampug
Sebagai lumbung
Santri kampung
Mengaji, mengeja
Merenung, membaca
Mengurai rahasia
Yang ada di dunia
Santri kampung
Telah linglung
Menjadi mbambung
Karena bingung
Setelah kampung
Tak lagi
Memberikan pelindung
Santri mbambung
Membangun gedung
Untuk berkumpul
Mengeruk untung
Surau kami jadi limbung
Tak ada  yang bergabung
Sibuk mencari untung
Semua menghitung
Semua bingung
Santri mbambung
Semakin mbambung
Mengeruk untung
Akan pensiun
Tak dihirau
Sentilan ulama
Yang dulu bergema
Sekarang musna
Apa lagi kita
Yang rakyat jelata
Tak pernah mengaji
Pada kiyai
Surau kami
Benar – benar roboh
Roboh bukan usia
Roboh karena angkara
Roboh karena bijaksana
Kalaau tak roboh
Santri mbambung
Tak dapat untung


Robohnya Surau Kami 6

Kang Tarjo mengusung bambu
Yu Siti membawa bakul
Berisi nasi dan lauknya
Anak – anak berlarian
Melihat kejadian yang aneh
Suraunya mau roboh
Pak Modin berteriak
Ya ya suraunya mau roboh
Teriak yang lain
Bambu kang Tarjo dijatuhkan
Dekat surau yang akan roboh
Yang lain memotong
Dengan gergaji ataupun golok
Yu Siti telah sampai
Sarapan pagi dengan tempe
Keanehan terjadi
Pak Modin tak lagi bersuara
Kalau suraunya mau roboh
Juga yang datang
Tak lagi menghiraukan
Perut kenyang
Melihat surau roboh
Tepuk tangan riuh
Kemenangan telah ditempuh
Robohlah tempat kami
Robohlah harapan kami.